Jumat, 28 Oktober 2011

Cerita Tentang Abel !!

Berikut ini adalah cerita Kiriman dari saudara Ulul Fadli..
Silakan dinikmati !!!


Bagian Pertama
Kularikan motorku ditengah derunya hujan, aku coba menahan air mataku dalam aliran hujan yang membasuh wajahku. Jarum di speedometer motor sudah hampir menunjuk angka 100. Aku sudah tidak dapat berpikir jernih, dari Pukul delapan sampai sekarang sudah tengah malam aku terus menerobos hujan. Sampai akhirnya aku tepat didepan rumah bercat hijau, rumah yang sudah tak asing lagi untukku, rumah Sahabatku, Rika. Kenapa aku bisa sampai disini, padahal aku tak berniat sama sekali kesini. Aku tepikan motorku didepan rumahnya, meneduh dari hujan.
“Halo Cil, udah tidur?” aku meneleponnya.
“iyah lah, Rut. baru aja intro mimpi gw. Kenapa?” Rika menyahut.
“ganggu gak gw?”
“menurut lo? Ini tengah malem kali.” Rika membalas agak mengomel.
“temenin gw ngobrol deh cil, oke yah? Bentar aja”
“ogah ah, ngantuk nih gw. Udah yah, telepon lagi aja yah besok.”
“Ah parah banget lo mah, temenin gw donk bentar aja.”
“iya deh gw temenin, sepuluh detik dari sekarang.”
“najis. Pelit amat lo Cuma ngasih waktu sepuluh detik buat gw. Lo lupa siapa yang anter-jemput lo dari jaman lo SMP sampe sekarang hah?”
“beh, dasar lo perhitungan banget. Langsung ngungkit-ngungkit itu dah. Emang ada apa sih lo tumben banget nelepon gw tengah malem gini?”
“gak ada apa-apa sih, Cuma pengen ngobrol doank. hehehehe”
“bentar deh, kok berisik banget yah ditempat lo. Dimana sih lo?”
“hujan neng, jelas aja berisik.”
“iyah tau gw, tapi kok jelas banget suaranya.”
“berarti HP gw mantap, bisa ampe jelas gitu suaranya”
“alah, lupa tuh dulu HP siapa?”
“heheheehehehehe” aku tertawa, karena HP yang aku pakai sekarang adalah punya Rika yang tidak terpakai. Lumayan lama aku berbicara dengan dia, sampai gigilan tubuhku semakin kencang. Aku mengakhiri perbincangan,
“cil, makasih yah dah mau ngobrol sama gw.”
“iya bel, lain kali jangan diulangi ya nak. hehehehehe”
“iya Bu, gak diulangi deh. Yaudah ya, lo lanjutin tidur dah sana.”
“oke deh. Met malem bel.”
“malem Bocil.” Aku menutup pembicaraan dengan Rika.
Aku tenang sekarang setelah mendengar suara sahabatku, Rika. Mungkin kata sahabat pun untuk Rika itu tidak tepat, kami sangat dekat. Orang tua kami saling kenal, sangat dekat juga. Aku bersyukur punya sahabat seperti dia; baik, manis, dan pintar. Kami selalu berbicara masalah-masalah yang dihadapi, mulai dari hidup, sekolah, sampai masalah cinta.
Aku bisa melupakan masalahku dengan Amel, setelah mengobrol dengan Rika walau tanpa bercerita masalah dengan Amel. Tadi, beberapa jam yang lalu aku coba kerumah Amel melakukan ritual orang pacaran, ngapel. Aku memang tak pernah main kerumahnya saat malam Minggu untuk sekedar melakukan apa yang disebut pacaran. Biasanya Aku lebih memilih semedi dengan notebook-ku dan beberapa pekerjaanku pada malam minggu. Sayangnya ngapel menjadi parameter Amel dalam berpacaran. Naas memang, seorang Amel yang cantik luar biasa dan berwawasan luas tapi berpikiran pendek.
Saat aku sampai di gang rumahnya, aku melihat sebuah motor ninja yang sudah terparkir pasti. Sebelum sampai depan rumahnya, aku matikan supra butut milikku. Aku parkir agak jauh dari rumahnya, lalu aku berjalan menuju rumah Amel. Aku terus berjalan sampai aku lihat ada Amel di teras rumahnya, bersama seorang laki-laki. Mengobrol asik, sampai mereka saling tertawa dan tenggelam dalam keceriaan.
“sayang, lagi apa? Malem minggu sama siapa nih? ” aku kirim sms ke Amel
“sama siapa lagi deh, aku aja ditinggal terus sama kamu. Nonton tivi aja nih yank.” Amel membalas.
Mereka semakin asik dalam obrolan sampai aku melihat mereka berciuman. Ya, pacarku berciuman dengan orang lain.
“aku kan ngurusin kerjaan, bukan selingkuh.” Aku mengetik sms sindiran sambil gemetar.
Amel tidak menghiraukan sms ku, bahkan mereka semakin asik dengan apa yang sedang mereka kerjakan. Tiba-tiba tangan lelaki itu telah menggerayangi badan Amel, sampai aku tak kuat melihatnya saat tangannya masuk kedalam kaos yang dikenakan Amel. Badanku seperti tak bertulang, lemas sekali.
“berapa malam minggu yang mereka habiskan bersama? Berapa kali bibir mereka bertemu? Berapa kali mereka melakukan itu?” pertanyaan itu terus membahana di dalam hatiku.
Aku seret kaki ku menuju motor lalu pergi melaju dengan kencang.
“Awas aja kalo kamu SELINGKUH. Gak mau aku pacaran sama kamu lagi. Aku tidur ya yank. Met malem. Semangat yah kerjanya. Muaaach.” Sejam kemudian aku mendapat balasan dari Amel.
Dia bersikap sangat wajar sekali, seperti tidak ada apa-apa. Sangat total sekali dia melakoni adegan perselingkuhan itu, seperti artis pro. Aku tak tahu kenapa dia sampai bisa melakukan itu, apa karena aku tak pernah mau melakukan pertemuan bibir itu? Aku memang selalu menolak dengan halus jika gesture tubuhnya meminta aku untuk melakukannya. Sungguh munafik jika aku tidak ingin, hanya saja aku ingin melakukannya saatny tepat nanti, saat kita melakukannya diluar kata haram. sayangnya sikapku seperti itu hanya membuatnya tak tahan dan melampiaskannya pada orang lain. Walau hatiku seperti tertusuk tombak besar, tapi aku sangat berterimakasih karena aku mengetahuinya sekarang sebelum semuanya terlambat.
Sesampainya dirumah aku langsung menetralisir air hujan dengan mandi. Setelah mandi aku Berwudhu dan langsung shalat. Selesai berdoa, aku baringkan tubuhku diatas kasur.
“Selamat Malam Melati Dwi Pertiwi.” Aku mengirim sms sebelum akhirnya aku terlelap.

*********
Bagian Kedua
Aku terbangun dari tidur, suara alarm hp sangat membantuku untuk bangun pagi. Sempat hatiku merasa lega karena hanya bunga tidurku saja, melihat Amel bersama seorang lelaki. Semua berubah saat aku melihat hp ku, “Selamat Malam Melati Dwi Pertiwi” masih berada dalam pesan keluar. Aku kembali bergetar, adegan semalam kembali terputar dalam fikiranku. Badanku semakin bergetar saat coba menebak sudah berapa kali mereka seperti itu, sampai pintu kamarku terbuka.
“lho, udah bangun kamu?”
“iya mah, biasa juga jam segini”
“udah shalat belum?”
“belum mah, hehehehe” aku mnyeringai yang kemudian mengambil aksi untuk kekamar mandi.
Setelah melakukan ritual pagi dan shalat subuh, aku langsung menyambar hp.
“Bocil, udah bangun?” aku mengirim sms kepada Rika. Aku kembali melamun dan entah kenapa kembali kepada kejadian semalam. Aku menghindar dengan langsung pergi kekamar mandi, segarkan badan. Aku berharap, kenangan semalam akan hilang terbawa guyuran air dari badanku. Aku khatamkan acara dikamar mandi dengan selesainya semedi di atas kloset.
“iya udah nih. Jemput gw yah ntar. :)” sms balesan dari Rika.
“iya nyah. Jam berapa?” Gw membalas lagi.
“kalo kerja kamu kayak gini, saya gak ragu naikin gaji kamu. Hahaha. Jam setgah8 ya!”
“sial lo, emang gw supir.”
Aku buat kopi untuk menemani pagi ini yang sangat dingin karena efek hujan semalam.
“ntar bisa ketemu gak?” aku kirim sms ke Amel.
“bisa kok, yank. Jam berapa?” balasan Amel.
“jam 10. Dandan yang cantik yah :)” aku balas lagi.
Aku langsung berangkat menuju rumah Rika menjemput dan mengantarkannya kesebuah studio kerja. Amel kerja dibidang desain grafis, sangat pas untuknya yang sangat mencintai bidang itu.
“Masuk, Bel?” Tawaran Ibunya Rika saat aku sampai di rumahnya.
“Iya, Bun,” Aku menyalami Bundaku, “Rika nya udah siap, Bun?”
“udah, lagi sarapan. Ikutan sana.”
Aku segera masuk kedalam dan langsung ikut sarapan bersama Rika. Kami ngobrol iseng tentang Newton. Mempertanyakan tentang keisengannya menganalisa apel jatuh yang kemudian menyebabkan postulat-postulat perusak masa depan siwa muncul. Sangat menyebalkan, untungnya masa-masa seperti itu telah lewat dari fase kehidupanku.
Setelah bicara ngalor ngidul, kami pamit kepada bunda untuk berangkat.
“kenapa sih lo gak naik mobil aja?”
“itu kan bukan mobil gw, ini hasil keringat gw sendiri” jelasku sambil melirik supra.
“kan rambut gw jadi berantakan nih” Rika ngomel sambil memelintir rambutnya.
“oke, gw duluan yah.” Aku sudah menstarter motorku dan memasukan gigi,mengambil ancang-ancang untuk menarik gas sampai ada yang meloncat kebelakang jok motorku.
“beh, ngambek deh. Jelek lo ah kalo ngambek.”
“bodo.”
“yaudah, ayo jalan.” Rika memeluk tubuhku, tidak seperti biasanya. Aku mengurungkan pertanyakanku atas sikapnya yang tidak seperti biasa, sangat nyaman. Dan perjalanan menuju tempat kerjanya, Rika terus memelukku erat. Aku sempat bercerita pada Rika tentang kelakuan Amel semalam dan memberitahukan maksud kedatanganku ke rumah Amel setelah ini. Rika semakin erat memelukku sampai tiba di depan studio kerjanya. Setelah menurunkan Rika, aku langsung bergerak menuju rumah Amel.
Aku melaju menuju rumah Amel tanpa ragu. Diperjalanan aku menimang-nimang, perkataan apa yang akan aku keluarkan nanti. Mempersiapkan mental dan kekuatan diriku agar bisa tegar nanti. Mempersiapkan diri untuk menanggung resiko, sakitnya meninggalkan seorang yang kita sayang.
“hei, udah dateng kamu. Pas banget jam 10.”
“iya donk, aku kan gak kayak kamu, nona karet.” Aku bicara seperti tidak ada yang terjadi tadi malam.
“masuk yuk” ajak Amel.
“iyah, aku juga males disini” sambil menunjuk tempat kejadian perkara tadi malem. Aku duduk di sofa panjang, bersebelahan dengan Amel.
“kamu mau minum apa?” tanya Amel.
“gak usah, duduk aja disini yang tenang.” Kataku
“yaudah. Kok kamu gak ke kantor?”
“aku bilang izin ke dokter dulu buat berobat, aku bilang gak enak badan. Ntar habis ini juga ke kantor.” Aku menjelaskan.
“wah, niat banget kamu pengen ketemu aku.”
“iya donk. Hehehe” aku tertawa kecil.
“hmmmm” aku memandang wajah Amel, sangat sempurna, “kamu cantik banget.”
“iya donk, udah dandan gini masa gak cantik.”
Dia memang sempurna.
“terlalu cantik sampai aku gak bisa jaga kamu” kuawali dengan kalimat indah.
“apa sih kamu?”
“gak bisa ngasih perhatian lebih buat kamu.” Kataku mantap.
“apa deh? Kayak abg labil.”
“aku pengen kita udahan aja.” Aku coba menahan air mata.
“gak lucu deh yank.” Amel merajuk.
“aku sayang banget sama kamu, gak pengen ngeliat orang yang aku sayang ini gak bahagia” aku mengelus pipinya, yang langsung ditepis oleh Amel.
“apa maksudnya ini?” Amel berteriak kencang.
“Aku pengen kita udahan dan ngeliat kamu bisa bahagia sama orang yang tadi malam udah gerayangin badan kamu.” Aku coba tetap tenang, menahan emosi yang sangat ingin meledak.
Amel seperti orang yang diberikan surprise party saat ulang tahunnya, raut wajahnya menunjukan kekagetan itu.
“semalem aku kerumah, niatnya mau pacaran. Hehehe” aku masih coba terlihat tenang, “aku lihat ada motor di depan rumah. Aku penasaran sama tamunya, ternyata cowok. Dan disitu aku ngeliat kamu berhubungan fisik, yang gak pernah aku akuin sama kamu.”
“maafin aku....” Amel meloncat kedalam pelukan dan membasahi kemejaku.
Aku tarik badannya dan menegakkan wajahnya yang tertunduk, “aku yang harusnya minta maaf. Gak bisa buat kamu seneng. Sekali lagi maafin aku yah, aku gak pengen kamu terus bohong sama aku. Jadi aku pengen kita pisah aja.” Aku masih bisa menahan segala emosiku, “udah ah, gak usah nangis. Masa cengeng gini sih.” Aku sapu air mata yang mengalir di pipinya.
“makasih ya, Mel, kamu udah mau jadi seorang yang sangat baik sama aku” Aku mengecup kening Amel, “semoga kamu bahagia sama dia” aku berdiri dan segera meninggalkannya sendiri.
Air mataku mengalir deras berbanding lurus dengan sakitnya hatiku saat harus rela meninggalkan Amel. Tidak munafik bahwa aku sangat menyayanginya, aku sudah sangat yakin dengan dirinya, seyakin diriku untuk menjadikannya seseorang yang halal bagiku. Tapi aku sadar, untuk apa memaksakan seseorang yang sama sekali tidak bahagia bersama kita. Lebih baik merelakannya bersama orang yang bisa membuatnya bahagia selalu.
Dalam tangisku, aku berdoa. Berdoa untuk semua langakah yang telah aku dan Amel ambil. Mengambil langkah yang berbeda yang tidak selaras. Semoga juga dia akan berbahagia bersama lelaki itu. semoga juga aku bisa melepaskan sayangku kepadanya sedikit demi sedikit. Semoga...

*********
Bagian Ketiga
Kehilangan Amel telah membuat lubang masif dihatiku, yang membuat udara tak bisa tertampung di dada. Aku harus berusaha keras untuk mengurung udara agar aku bisa bernafas, bernafas untuk membuang sayangku padanya. Aku sama sekali tak sadar jika sayangku kepada Amel sudah sebesar itu sehingga dapat membuatku tak bergairah melakukan kegiatanku seharinya.
Mungkin Amel sudah tidak memikirkan diriku lagi, diriku yang terkhianati oleh dirinya. Diriku yang tak bisa membuatnya nyaman dan bahagia. Diriku yang hanya bisa berangan hidup bersama Amel tanpa ada usaha yang berarti untuk menjaganya.
Aku terus menyalahi diriku sendiri atas kehilangan Amel yang sangat aku sayang. Sampai Rika menyadarkan diriku.
“lo masih sayang yah sama dia?” tanya Rika.
“bohong kalo gw bilang gak, Cil. 2 tahun bukan waktu yang cepet.”
“dan satu bulan adalah waktu yang lama untuk lo uring-uringan begitu.” Rika tak kalah, “gw gak kenal sama Abel yang lemah kayak gini. Abel tuh kuat dan ceria. Gak kayak sekarang.” Rika mencibir.
“gak Cuma lo, gw juga kehilangan Abel yang kayak gitu.”
“lo gak kehilangan kok, Cuma lo menahan Abel yang itu untuk keluar. Lo mengurung dia jauh di ruang hati lo yang lain. Come on, jangan statis gini donk.”
“........” Aku terdiam menatap wajah Rika.
“ini” Rika menunjuk dadaku, “bagaikan sebidang tanah dan lo adalah pak taninya. Sekarang tinggal lo tentuin, mau tanamin apa tuh tanah yang lo punya. Apa iya mau terus nyiramin taneman mati?” Rika menganalogikannya.
“.......” aku masih terdiam.
“ayo, gw yakin lo bisa move on kok. Lo Cuma tinggal nyari taneman lagi aja kok buat mengisi tanah kosong lo itu.”
Aku takjub kepada seorang yang berada di depanku ini, dia bisa membawa sedikit sadar apa yang terjadi kini sangat tidak wajar untukku.
“makasih ya, Cil.” Aku memeluk dirinya.
Setelah kejadian hari itu, aku coba berdiri lagi menantang hari. Coba menata hati lagi, melangkah lagi, dan tentunya coba mengisi tanah kosong yang kini aku miliki. Walau tak seutuhnya kosong karena masih ada sisa tanaman terdahulu yang tersisa.
Rika membantuku untuk menetralisir perasaanku atas Amel. Aku pun mencoba terus takmengingat lagi semua kenanganku bersama Amel dengan terus bersama Rika. Rika yang telah membuatku menjadi kuat kembali dan dia juga yang kini mengisi hari-hariku. Kami seperti pasangan kekasih sekarang, selalu berdua. Rika selalu minta ditemani olehku setiap waktu, bahkan sekedar belanja kebutuhannya. Tak beda dengan diriku.
Semua itu menjadi masa kehidupanku yang sangat membahagiakan. Sampai saat itu datang, saat yang menjadi titik balik keterpurukan. Posisiku yang tadinya berada diatas, harus terjerembab jatuh kebawah. Semua datang secara tiba-tiba tanpa aku ketahui.
“assalamualaikum” suara wanita dari seberang telepon. Nomor yang tertera tidak aku kenal, tapi suara ini familiar.
“walaikumsalam” aku menjawab suara teduh diseberang sana. “maaf, ini siapa yah?”
“jahat banget nomor aku dihapus.”
“maaf, ini siapa?”
“Ini Amel, Bel.”
Aku coba mencerna kalimat terakhir dari seberang telepon, aku terdiam. Suara yang teduh dan sangat familiar itu adalah suara Amel. Seorang yang sangat ingin aku lupakan. Tapi dia malah meneleponku saat proses rehabilitasi belum sempurna.
“kok diem aja, Bel?”
“eh, gak apa-apa kok.” Aku gugup, entah kenapa? “ada apa yah?”
“gak ada apa-apa sih. Mau denger suara kamu aja.” Suara yang tadi teduh kini sedikit lirih.
“kirain ada yang penting.”
“ ada emang, bisa ketemuan gak?”
“hah? Ke-te-mu-an? Mau ngapain.”
“ada yang mau aku omongin” suaranya semakin lirih, seperti orang menangis “Aku tunggu yah, di cafe jadian.” Dan sambungan terputus.
“halo, haloo” aku memekik, tapi percuma. Sudah terputus.
Aku bingung dengan kelakuan Amel yang tiba-tiba datang seperti ini. mengajak bertemu, ada yang ingin dibicirakan. Aku sudah tidak ingin membicarakan masa lalu lagi. Aku sudah cukup kuat tanpa dirinya. Jadi jangan harap aku akan datang bertemu dengan kamu hari ini, walau itu sangat penting bagi dirimu.

********
Bagian Keempat
Entah bisikan dari mana sampai-sampai aku sudah berada di jalan menuju cafe jadian. Cafe tempat aku menyatakan cintaku pada Amel, tempat yang membuat status teman berubah menjadi pacar. Tempat yang penuh kenangan bersama Amel, dan aku sedang menuju tempat tersebut. sebenarnya aku enggan menemuinya, tapi sistem kerja otakku tak dapat mengontrol diri ini untuk tidak pergi.
Aku terus menyusuri garis jalan, sambil coba tak membuka kenangan dulu bersama Amel. Terus mengunciny dalam sebuah kotak dengan kode kombinasi yang sulit di pecahkan. Sampai aku tiba disebuah tempat pertemuan kita, tak ada yang berubah. Semua masih sama seperti dulu, tempat ini seperti sengaja di jaga untuk diriku, untuk mengenang semuanya. Semua kenangan yang tadi aku kunci rapat kini terbuka dengan sendirinya. Semua gambaran dinamis berjudul kenangan bersama Amel langsung terputar lagi dalam fikiranku. Aku kalah.
“Abel,” suara teriakan dari sudut cafe, “disini” Amel melambaikan tangan.
“huh” aku hembusakan nafas pasrah dan berjalan menuju tempatnya duduk. Dia memilih sudut yang sama, sama seperti waktu itu.
“duduk” pinta Amel.
“he’eh” aku malas mengeluarkan kata.
“kamu masih inget kan tempat ini? meja ini” Amel memulai dengan kalimat yang menurutku sangat mengganggu.
Aku hanya tersenyum, aku ingat semua. Masih jelas dalam fikiranku. Tak terasa tanah kosong ini kembali ditumbuhi semua yang pernah ditanam Amel. Sial, semua yang aku bangun untuk mengurung perasaan ini runtuh dengan sempurna. Harusnya ku memang tak ketempat ini,menemui dirinya.
“.........” Amel terdiam memandangi wajahku, lalu coba tersenyum walau agak berat aku lihat.
“.........” Aku juga tak bicara.
“kamu udah punya pacar lagi?” Amel bertanya.
“gw masih seneng sendiri. gak terbebani.” Aku coba menjawab ketus.
Amel menunduk dan tiba-tiba menangis. Persis seperti yang aku pikirkan, pasti ada adegan menangis lalu dengan tersedu-sedu Amel akan bicara bahwa dia menyesal melakukan semua yang telah merusak hubungan kita dulu. Setelah itu pasti memohon untuk balikan lagi denganku. Aku langsung mempersiapkan kalimat penolakan.
“a..ku...” bibir Amel bergetar, sangat terasa dari suaranya. Dia tak meneruskan kalimatnya dan kembali terisak. Aku tak mau menunjukan simpatiku, ini kesalahan yang telah dibuat Amel sendiri.
“ha...mil....” terdengar sayup dari tangisannya.
“hah?” aku terkejut mendengarnya.
“Aku hamil, Bel.” Amel bicara lebih jelas lagi. Aku semakin terkaget.
“kok bisa?” kini tubuhku yang bergetar. Menurutku kata hamil sangat tabu bagi seorang yang belum mempunyai status menikah. “sama siapa?” aku bertanya orangnya.
“......” Amel hanya mengisak.
“yang gerayangin badan kamu itu?” aku mulai geram.
“......” Amel masih larut dalam tangisannya, yang dilanjutkan dengan anggukan kecil dari drinya.
“tenang donk, gemana gw bisa tahu masalahnya kalo lo nangis terus.” Aku kesal.
“udah jalan 3 minggu” Amel menjelaskan usia kandungannya, “dia menghilang saat aku cerita tentang ini. aku gak tahu dia kemana, Bel? Aku gak mau gugurin.”
“cowok brengsek” aku emosi, “lo tahu rumah dia?”
“itu dia salah aku, aku gak tahu sama sekali tentang itu. yang aku tahu ya Cuma dia, gak tahu tinggalnya dimana, apa kerja orangtuanya, yang aku tahu ya Cuma Rio doank.”
“yaudah gini aja, lo kasih tau semua tentang bajingan itu ke gw, gw bantuin lo buat nyari dia.”
Sayagnya Amel hanya mengetahui nomor ponsel yang terakhir dipakai Rio, nama panjangnya dan daerah Rio mengontrak. Kalau begini, akan susah mencari si bajingan itu.

********
Bagian Kelima
Sudah sebulan kami (aku dan Amel) mencarinya, tak ada yang kami dapat. Kami sudah melapor ke pihak berwajib, tapi setiap kami mencari tahu perkembangannya pun hampir tak ada. Kami sempat mencarinya di daerah kontrakannya, Palmerah, tapi juga tak ada hasil. Sangat hebat sekali dia dalam melarikan diri, melarikan diri dari tanggung jawab.
Aku terus mencari si brengsek itu, entah mengapa aku jadi orang sangat peduli pada Amel. Aku sangat semangat mencari si brengsek, padahal jika ditelisik lagi harusnya aku tak usah mempedulikan Amel yang telah menyakitiku. Tapi tak lagi aku pikirkan itu.
Semangatku berbanding terbalik dengan Amel, raut wajah keputusasaan telah meraup dirinya. Amel sepertinya sudah patah semangat mencari Rio.
“Bel, udah deh. Gak usah dicari lagi dia.” Amel menarik nafas dalam.
“trus?”
“aku mau gugurin aja, sebelum makin besar.”
“gak bisa, sama aja kamu kayak pembunuh. lo tega emang bunuh anak lo sendiri?” aku meletup-letup.
“..........” Amel terdiam, lalu menutup wajahnya dengan tangan dan menangsi kencang.
“aku gak mau anak ini lahir tanpa ayah. Aku gak sanggup.” Suara Amel disela tangisnya.
Aku tak bisa berkata apa-apa, walau aku tak merasakannya tapi aku tahu betul perasaan Amel saat ini. aku peluk Amel, menenangkannya.
----------------
Aku tak bisa melihat Amel menderita seperti itu, aku iba. Aku tak bisa membayangkan bagaimana jika anaknya lahir tanpa sosok ayah, cemoohan pasti didapatnya. Apa lagi Amel, harus mendapatkan sanksi moral dari lingkungannya karena hamil diluar nikah. Aku benar-benar tak sanggup untuk memikirkannya dan tiba-tiba saja sebulir air mata jatuh.
Aku berpikir keras, apa lagi yang bisa aku lakukan untuk Amel agar dia tak menderita seperti itu lagi. Sebenarnya aku sangat ingin membantunya, menguapkan penderitaannya. Sampai aku memikirkan suatu cara, yang mungkin baik untuk Amel dan masa depan anaknya. Aku ingin membicarakannya kepada Rika terlebih dahulu.
“Cil, ketemuan yuk. Di bakso kan jarman aja. 15 menit lagi gw nyampe.” Aku kirim sms ke Rika.
“oke deh, bayarin yah. hehehe :D”
---------------
“cil, lo tahu kan mantan gw, Amel.” Aku mulai bicara saat bakso sudah habis dimangkuk.
“iyah, kenapa?”
“sebulan yang lalu dia ngehubungin gw lagi.”
“hah? Dia ngomong apa? Minta balikan lagi? Trus lo mau?” Rika memberondong. Aku lihat ada suatu rasa kegelisahan dari wajahnya.
“aduh, kayak ibu-ibu rumpi lo. kalem donk.”
“yaudah cerita” Rika penasaran.
“jadi waktu itu dia hubungin gw.....” aku terdiam sebentar.
“trussssssss?” celetuk Rika.
“minta ketemu sama gw. Awalanya gw gak mau....” belum sempat aku melanjutkan, Rika sudah memotong.
“akhirnya lo ketemu kan?” potong Rika.
“iyah. Gw pikir awalnya juga pasti dia minta balikan, eh ternyata enggak.”
“minta kawin?” Rika kesal.
“heh, becanda aja lo.” aku menegurnya, “dia cerita, kalo dia hamil?”
“hah?” Rika tercekat mendengar itu.
Aku ceritakan semua, mulai dari Rio yang selingkuh dengan Amel sampai akhirnya aku dan Amel mencari si brengsek yang kabur itu karena tak mau bertanggung jawab. Semua aku jelaskan tanpa ada kekurangan, sedetil-detilnya. Dan aku mengutarakan keinginanku.
“begitu, Cil. Dan gw pengen nikahin dia. gw gak mau liat anaknya nanti gak punya ayah.” Aku menjelaskan.
“hah? Gw kira Amel doank yang gila karena kehamilannya, dan lo ikutan gila.” Rika berkata sambil menyilangkan dua telunjuk di jidatnya.
“gw serius, Cil. Gw kan dari awal emang pengen bahagiain Amel. Mungkin ini jalannya gw bisa ngebahagiain dia.”
“setelah lo disakitin? Bener-bener psycho lo,” Rika menoyor kepalaku, “yang mau sama lo banyak, Bel. Kenapa lo stuck sama dia. urusan dia hamil mah itu pribadi dia, kan yang hamilin bukan lo.” Rika kesal.
“tapi, Cil....” omonganku terpotong rika.
“oke, lo Cuma pengen gw tahu apa nanya pendapat gw tentang rencana lo ini?” tanya Rika penuh nafsu.
“gw pengen denger pendapat lo, Cil.” Aku menjawab lirih. Benarkah aku yakin dengan ini semua?
“pendapat gw ya yang tadi, itu masalah dia dan bukan lo yang harusnya tanggung jawab.” Rika lebih terkesan membentak.
“tapi....”
“berarti lo Cuma pengen gw tahu doank rencana ini tanpa menggubris pendapat gw.” Rika kesal, “jalanin sesuka lo, Bel. Gw tunggu undangannya.” Rika keluar kedai bakso dan segera memanggil ojek dan pulang kerumah.
Aku tak mengerti, kenapa Rika bisa semarah itu padaku? Apa dia sedang dapet? Semoga saja iya, karena saat-saat seperti itu emosinya tak terkontrol. Dan aku memantapkan hatiku untuk menikahi Amel, dan akan ku beritahukan secepatnya pada Amel. Semoga dapat membawa sedikit kebahagiaan padanya.

**********
Bagian Keenam
Aku sudah siap dengan kemeja hitam lengan panjang dan celana jeans hitam. Aku memang telah menyiapkan pakaian ini kemarin, aku setrika sendiri dan menyemprotkan pewangi yang sangat harum. Aku berdoa semoga semua berjalan dengan lancar.
Aku tepikan motorku di toko bunga, aku ingin membawa mawar putih untuk Amel. Kenapa putih, karena Amel menyukai warnanya dan agar lebih terlihat kontras dengan pakaianku. Sempurna. Aku laju lagi motorku menuju rumah Amel. Ditengah perjalanan tiba-tiba terdengar suara ponselku berteriak, aku lihat layar ponselku, Amel.
“iya, Mel.”
“Halo, Bel.” Suara Amel agak keras.
“kenapa, Bel” aku jauhkan ponsel dari telingaku.
“tahu gak, Bel?” kalimat Amel seperti ABG.
“gak tahu.” Aku jawab seadanya.
“hehehe” Amel tertawa, “tadi Rio kesini. Dan dia mau tanggung jawab, Bel.” Amel sumringah.
“........” aku bergetar.
“Bel, Abel? Masih di situ kan?”
“iya, Mel. Masih kok. Bagus deh kalo gitu.” Aku respon seadanya, aku sudah keburu kecewa.
“makasih ya, Bel. Makasih selama sebulan ini kamu nemenin aku.”
“gak usah dipikirin. Yaudah ya, buru-buru nih gw. Lagi dijalan” aku tak berbohong padanya, ini penghindaranku dari dirinya.
“yaudah, bye.” Sambungan terputus.
Air mataku meleleh, kenapa? Kenapa saat aku sudah yakin untuk meminangnya tapi kembali terpisah? Tapi bukannya bagus yah, dia sudah bersama orang yang menghamilinya, tapi aku malah sedih. Aku larikan motorku sekencang-kencangnya. Berharap menguap segala kesedihan ini.
Entah aku sudah berada dimana sampai aku sadar tentang seorang yang bisa aku bagikan cerita, Rika. Aku mau mengirim pesan pada dirinya, saat aku lihat layar ponselku ada pemberitahuan, 33 panggilan tak terjawab dan 17 pesan masuk. Aku lihat panggilan tak terjawab, ternyata Mamah. Aku telepon Mamah, takut ada yang penting.
“halo mah, ada apa?” aku coba tak terdengar sedih.
“hah?” aku kaget saat mendengar itu dari mamah.
----------
Aku benar-benar tak mengira semua ini bisa terjadi. Kenapa bisa-bisanya Rika berpikiran pendek seperti ini, kenapa dia tidak pernah bercerita denganku. Apa semua terlalu berat dia katakan? aku pikir, akulah seorang yang paling mengerti dirinya. Ternyta tidak, aku adalah seorang yang dekat dengannya tapi yang tidak mengerti dirinya.
“ayo, Bel.” Mamah menyodorkan keranjang itu.
Air mataku mengalir deras saat aku mengambil bunga dan menaburkannya di atas gundukan tanah baru ini. Satu sosok telah tertimbun dibawah tanah ini, Rika. Dia telah menghilangkan nyawanya sendiri. Tidak, akulah yang telah membunuhnya. Akulah yang telah memaksanya untuk meninggalkan dunia ini. Sungguh aku seorang sahabat yang sangat jahat.
Genggaman bunga terakhir sudah tertabur diatas makam Erika Widyaningsih, sahabatku. Aku hampiri bunda, untuk meminta maaf padanya.
“bun, maafin aku yah.” Aku mencium tangan bunda dengan isakan tangis.
“maafin bunda juga yah, bunda gak maksud nyalahin kamu tadi.” Bunda mengelus kepalaku, “doain Rika selalu ya, Bel.”
“pasti, Bun.” Aku melepaskan tangannya. Bunda lalu memelukku sangat erat.
“makasih ya, Bel.” Lalu Bunda pergi dari TPU. Disusul dengan yang lain.
Aku terduduk meratapi kepergiannya, terus berkata ‘kenapa?’ tak henti. Mamah mengerti sekali perasaanku, lalu ditinggalkannya diriku berdua dengan Rika. Aku ambil kertas yang ditulis oleh Rika sebelum dia menenggak obat pengusir serangga. Aku baca lagi isinya, sangat membuatku menyesal.

“kenapa sih lo seneng nyusahin diri lo sendiri? Kenapa?
Gw udah seneng banget waktu lo putus sama dia
Tapi apa? Lo lebih milih buat bikin masa depan dia gak suram
Ninggalin masa depan gw
Gw marah banget sama lo, karena keinginan lo buat nikah sama dia
Apa lo gak bisa ketulusan dari mata gw?
Gw gak pernah bisa ngomong sama lo
Gw pengen lo tahu dengan sikap gw
Sikap gw yang nolak semua tawaran cowok buat jadi pacar mereka
Gw pengen lo tahu kalo gw nolak mereka semua itu karena gw mau lo, Cuma lo satu-satunya
Tapi saat lo bilang pengen nikah sama dia, gw seolah-olah gak ada harapan sema sekali
Sia-sia semua usaha gw untuk pertahanin perasaan gw ke lo
Lo gak pernah ngerasain itu
.......
Semoga lo bahagia dengan dia yah, Mulya Libel Andri.

Seandainya lo ngomong sama gw, Cil. Mungkin lo masih tersenyum disamping gw. Maafin gw ya, Cil.

.:END:.

Credit by : http://coratcorettentangcinta.blogspot.com
                 Ulul Fadli (ululfadhli@gmail.com)

Rabu, 17 Agustus 2011

Salam Berbuah Cinta

Penulis : Bayu Gawtama 


Diro, sebut saja begitu nama lelaki bujangan asli Jawa ini. Diro dikenal sebagai lelaki yang sopan, hanif, dan punya ciri khas, yakni senang mengucapkan salam “Assalaamu’alaikum” kepada siapa pun -muslim- yang dijumpainya di manapun.
Suatu ketika, Diro ditugaspindahkan ke kota X, untuk jangka waktu dua tahun. Setibanya di kota X itu, lelaki bujangan ini langsung mencari tempat kos/kontrakan yang tidak jauh dari tempatnya bekerja. Setelah tiga hari di kota tersebut, Diro baru menyadari bahwa ada gadis cantik dan shalihah yang tinggal hanya beberapa meter dari kos-nya. Seperti biasa, tanpa maksud buruk, tanpa niat menggoda, Diro pun mengucapkan salam kepada gadis itu, saat keduanya bersama-sama menunggu bis di tepi jalan.
Sekali lagi, Diro tidak punya niat apapun ketika mengucapkan salam. “Dia berjilbab, jadi sudah pasti muslim, maka saya ucapkan salam kepadanya. Lagi pula gadis itu tetangga saya, kan wajar sama tetangga saling menyapa, ” alasannya.
Ucapan salam Diro dibalas delikkan mata tidak suka dari gadis tetangganya itu. Namun Diro tidak peduli, karena niatnya sangat tulus. Begitu pun sore harinya, ketika berpapasan di jalan, Diro kembali mengucapkan, “Assalaamu’alaikum Dik… ” Jawabannya tidak berbeda dengan pagi hari, wajah tidak suka.Mungkin pikir si gadis itu, Diro tidak ubahnya lelaki iseng yang senang menggoda. Sudah lazim diketahui, lelaki-lelaki iseng dan kurang kerjaan senang menggoda wanita. Dan bila yang digoda adalah wanita berjilbab, ucapan “Assalaamu’alaikum” biasa dijadikan andalan mulut-mulut lelaki ini.
Berbeda dengan Diro. Dia tidak sakit hati ketika salamnya tidak dibalas, atau bahkan dibalas dengan tatap mata sinis. Setiap hari, setiap kali bertemu dengan gadis itu tetap mengucapkan salam. Diro tidak bosan meski salamnya selalu mendapat jawaban yang serupa, dan sesekali makian, “maunya apa sih?”

Selengkapnya silahkan dibaca di: http://www.eramuslim.com/atk/oim/7412122400-salam-berbuah-cinta.htm

Apa itu Cinta ??? Ini dia Artinya

Cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan objek tersebut.

Definisi

Cinta adalah satu perkataan yang mengandungi makna perasaan yang rumit. Bisa di alami semua makhluk. Penggunaan perkataan cinta juga dipengaruhi perkembangan semasa. Perkataan sentiasa berubah arti menurut tanggapan, pemahaman dan penggunaan di dalam keadaan, kedudukan dan generasi masyarakat yang berbeda. Sifat cinta dalam pengertian abad ke 21 mungkin berbeda daripada abad-abad yang lalu. Ungkapan cinta mungkin digunakan untuk meluapkan perasaan seperti berikut:
  • Perasaan terhadap keluarga
  • Perasaan terhadap teman-teman, atau philia
  • Perasaan yang romantis atau juga disebut asmara
  • Perasaan yang hanya merupakan kemahuan, keinginan hawa nafsu atau cinta eros
  • Perasaan sesama atau juga disebut kasih sayang atau agape
  • Perasaan tentang atau terhadap dirinya sendiri, yang disebut narsisisme
  • Perasaan terhadap sebuah konsep tertentu
  • Perasaan terhadap negaranya atau patriotisme
  • Perasaan terhadap bangsa atau nasionalisme

Terminologi

Penggunaan istilah cinta dalam masyarakat Indonesia dan Malaysia lebih dipengaruhi perkataan love dalam bahasa Inggris. Love digunakan dalam semua amalan dan arti untuk eros, philia, agape dan storge. Namun demikian perkataan-perkataan yang lebih sesuai masih ditemui dalam bahasa serantau dan dijelaskan seperti berikut:
  • Cinta yang lebih cenderung kepada romantis, asmara dan hawa nafsu, eros
  • Sayang yang lebih cenderung kepada teman-teman dan keluarga, philia
  • Kasih yang lebih cenderung kepada keluarga dan Tuhan, agape
  • Semangat nusa yang lebih cenderung kepada patriotisme, nasionalisme dan narsisme, storge

Etimologi

Beberapa bahasa, termasuk bahasa Indonesia atau bahasa Melayu apabila dibandingkan dengan beberapa bahasa mutakhir di Eropa, terlihat lebih banyak kosakatanya dalam mengungkapkan konsep ini. Termasuk juga bahasa Yunani kuno, yang membedakan antara tiga atau lebih konsep: eros, philia, dan agape.
Cinta adalah perasaan simpati yang melibatkan emosi yang mendalam. Menurut Erich Fromm, ada empat syarat untuk mewujudkan cinta kasih, yaitu:
  • Perasaan
  • Pengenalan
  • Tanggung jawab
  • Perhatian
  • Saling menghormati
Erich Fromm dalam buku larisnya (the art of loving) menyatakan bahwa ke empat gejala: Care, Responsibility, Respect, Knowledge (CRRK), muncul semua secara seimbang dalam pribadi yang mencintai. Omong kosong jika seseorang mengatakan mencintai anak tetapi tak pernah mengasuh dan tak ada tanggungjawab pada si anak. Sementara tanggungjawab dan pengasuhan tanpa rasa hormat sesungguhnya & tanpa rasa ingin mengenal lebih dalam akan menjerumuskan para orang tua, guru, rohaniwan dll pada sikap otoriter.

Jenis-jenis cinta

Seperti banyak jenis kekasih, ada banyak jenis cinta. Cinta berada di seluruh semua kebudayaan manusia. Oleh karena perbedaan kebudayaan ini, maka pendefinisian dari cinta pun sulit ditetapkan. Lihat hipotesis Sapir-Whorf.
Ekspresi cinta dapat termasuk cinta kepada 'jiwa' atau pikiran, cinta hukum dan organisasi, cinta badan, cinta alam, cinta makanan, cinta uang, cinta belajar, cinta kuasa, cinta keterkenalan, dll. Cinta lebih berarah ke konsep abstrak, lebih mudah dialami daripada dijelaskan.
Cinta kasih yang sudah ada perlu selalu dijaga agar dapat dipertahankan keindahannya

Cinta antar pribadi

Cinta antar pribadi menunjuk kepada cinta antara manusia. Bentuk ini lebih dari sekedar rasa kesukaan terhadap orang lain. Cinta antar pribadi bisa mencakup hubungan kekasih, hubungan orangtua dengan anak, dan juga persahabatan yang sangat erat.
Beberapa unsur yang sering ada dalam cinta antar pribadi:
  • Kasih sayang: menghargai orang lain.
  • Altruisme: perhatian non-egois kepada orang lain (yang tentunya sangat jarang kita temui sekarang ini).
  • Reciprocation: cinta yang saling menguntungkan (bukan saling memanfaatkan).
  • Komitmen: keinginan untuk mengabadikan cinta, tekad yang kuat dalam suatu hubungan.
  • Keintiman emosional: berbagi emosi dan rasa.
  • Kekerabatan: ikatan keluarga.
  • Passion: Hasrat dan atau nafsu seksual yang cenderung menggebu-gebu.
  • Physical intimacy: berbagi kehidupan erat satu sama lain secara fisik, termasuk di dalamnya hubungan seksual.
  • Kepentingan pribadi: cinta yang mengharapkan imbalan pribadi, cenderung egois dan ada keinginan untuk memanfaatkan pasangan.
  • Pelayanan: keinginan untuk membantu dan atau melayani.
  • Homoseks: Cinta dan atau hasrat seksual pada orang yang berjenis kelamin sama, khususnya bagi pria. Bagi wanita biasa disebut Lesbian (lesbi).
Energi seksual dapat menjadi unsur paling penting dalam menentukan bentuk hubungan. Namun atraksi seksual sering menimbulkan sebuah ikatan baru, keinginan seksual dianggap tidak baik atau tidak sepantasnya dalam beberapa ikatan cinta. Dalam banyak agama dan sistem etik hal ini dianggap salah bila memiliki keinginan seksual kepada keluarga dekat, anak, atau diluar hubungan berkomitmen. Tetapi banyak cara untuk mengungkapkan rasa kasih sayang tanpa seks. Afeksi, keintiman emosi dan hobi yang sama sangat biasa dalam berteman dan saudara di seluruh manusia.

Sumber : Wikipedia Cinta

Cakrawala Menghitam !!

tak ku kira saat itu
ku lepaskan cintaku
hanya tuk mimpi semu
tak terbayang olehku
ku sakiti hatimu
dan berpaling darimu
cakrawala menghitam
menanti malam yang kelam
ku terbenam dalam bayang
kembalikan memori tentangmu
cakrawala mengelam
sesali mimpi yang suram
ku terbuai dalam angan
ingin kau kembali di pelukku

Karya: Widhi_Rilaxzone @ Malang

Kisah Cinta Hachiko, Anjing yang Patuh pada Majikanya !!

Film Hachi - A Dog’s Tale adalah sebuah film drama Amerika 2009 yang disadur ulang dari film Jepang produksi 1987, Hachiko Monogatari yang dibintangi oleh Nakadai dan film tersebut pernah menggemparkan Jepang, dan mencetak rekor penjualan tiket sebesar 4 milyar Yen.
Seekor anjing setia Hachiko adalah sebuah kisah nyata yang terjadi pada 1924 di Jepang. Hachiko, anjing ras Akita, oleh tuannya Ueno Hidesa-buro dibawa pindah ke Tokyo. Ueno adalah profesor jurusan ilmu pertanian di Universitas Tokyo. Setiap pagi Hachiko selalu berada di depan pintu rumah mengantar keberangkatan Ueno ke kantor, dan senja harinya ia berlari ke Stasiun KA Shibuya menyambut kedatangan tuannya dari kantor.
Kebahagiaan dan kebersamaan mereka terus berlangsung hingga 1925. Pada suatu malam, Ueno tahu-tahu tidak pulang seperti biasanya, ia mendadak terserang stroke di universitas dan tidak tertolong lagi. Sejak itu ia tak pernah kembali ke stasiun kereta api di mana temannya si Hachiko tetap setia menunggu.
Sepeninggal Ueno Hidesaburo, Hachiko dipelihara oleh Kobayashi Kikusaburo, namun Hachiko seringkali melarikan diri dari rumah Kobayashi dan secara rutin kembali ke tempat tinggalnya yang lama. Hachiko tidak mengetahui kalau tuannya telah meninggal.
Setelah berkali-kali kecewa, ia mulai menyadari tuannya sudah tak tinggal di rumah lama itu lagi. Maka ia berlari ke Stasiun Shibuya, karena teringat dahulu selalu menjemput tuannya pulang dari kantor di tempat itu. Setiap hari, ia berdiam menanti kedatangan Ueno Hidesaburo, akan tetapi setiap hari ia selalu pulang dengan kecewa, tak menemukan tuannya diantara kerumunan penumpang.
Hal itu berlangsung selama 10 tahun. Hachiko selalu muncul tepat waktu di stasiun setiap senja dan menanti KA merapat di peron. Suatu ketika, seorang murid Ueno Hidesaburo menemukan Hachiko di stasiun itu dan mengikutinya kembali ke rumah Kobayashi.
Dari cerita Kobayashi ia mengetahui kisah Hachiko. Tak lama kemudian, murid itu mempublikasikan artikel tentang anjing ras dari Kabupaten Akita dan di dalam laporan itu tercakup kisah tentang Hachiko.
Pada 1932, artikel tersebut dimuat di sebuah surat kabar terbesar di Tokyo, maka seketika Hachiko mencuri perhatian seluruh masyarakat Jepang. Kesetiaan terhadap tuannya telah mengharukan rakyat Jepang. Para guru dan wali murid menjadikan Hachiko sebagai contoh kesetiaan terhadap keluarga dalam mendidik anak, ia telah mengajarkan kepada masyarakat mengenai cinta dan kesetiaan tulus yang pantang menyerah. Mereka menyebutnya “Anjing setia”.  
Pada April 1934, warga setempat mendirikan patung tembaga Hachiko di depan Stasiun Shibuya. Hachiko sendiri juga menghadiri acara pembukaan patung tersebut. Di kemudian hari, pintu masuk stasiun yang ada di dekat patung tembaga tersebut dinamakan “Pintu masuk Hachiko”.
Dalam film produksi AS yang berjudul Hachi - A Dog’s Tale itu,  latar belakang dan tahun kejadiannya disesuaikan dengan zaman sekarang serta mengambil lokasi di AS. Film ini disutradarai Lasse Hallström (peraih penghargaan emas untuk filmnya Passion Venesia), ditulis oleh Stephen P. Lindsey dan dibintangi aktor kondang Richard Gere yang memerankan sang profesor.
Rasanya sulit sekali untuk tidak menitikkan air mata ketika menonton film ini. Penantian selama 10 tahun, bagi seekor anjing, adalah penantian seumur hidupnya. Kesetiaan dan penantian terhadap tuannya begitu tulus dan sederhana. Andaikata si anjing-setia itu berharap memperoleh suatu imbalan, maka hanyalah berupa perjumpaan kembali dengan tuannya.
Persis seperti pada ending cerita, di mana salju turun di malam hari, sang anjing-setia yang sudah menua sedang berbaring di tempat tak jauh dari pintu masuk stasiun. Ia perlahan-lahan menutup kedua matanya. Dalam penantian sebelum ajal, sang tuan mendadak muncul dari pintu masuk stasiun, lalu ia berlari menubruk tuannya.
Perjumpaan adalah takdir pertemuan, tidak hanya antara manusia, namun juga antara manusia dengan anjing. Setelah si profesor di stasiun memungut kembali si anjing setia Hachiko yang tercampakkan; kesetiaan, kasih dan kerinduan adalah segalanya bagi anjing-setia Hachiko. Kesetiaan tulus dan kasih yang teguh semacam ini mirip dengan tindakan balas budi.
Saya mengusap air mata haru dan dalam sekejab menyadari, barangkali bukan sepenuhnya disebabkan oleh kisah Hachiko itu sendiri, tetapi lebih karena di dalam umat manusia dan masyarakat realita zaman sekarang, hilangnya kesetiaan dan kasih – kefanaan dan ketakberdayaan – tuntutan pendambaan nurani manusia terhadap kesetiaan, kasih, kepercayaan, kepedulian dan perlindungan, telah membuat saya terharu dan tercenung. (Xia XiaoQiang/The Epoch Times/whs)


About Story Kaskuser !!

Cinta itu butuh kesabaran…

Sampai dimanakah kita harus bersabar menanti cinta kita???



Hari itu.. aku dengannya berkomitmen untuk menjaga cinta kita..

Aku menjadi perempuan yg paling bahagia…..

Pernikahan kami sederhana namun meriah…..

Ia menjadi pria yang sangat romantis pada waktu itu.

Aku bersyukur menikah dengan seorang pria yang shaleh, pintar, tampan & mapan pula.

Ketika kami berpacaran dia sudah sukses dalam karirnya.

Kami akan berbulan madu di tanah suci, itu janjinya ketika kami berpacaran dulu..

Dan setelah menikah, aku mengajaknya untuk umroh ke tanah suci….

Aku sangat bahagia dengannya, dan dianya juga sangat memanjakan aku… sangat terlihat dari rasa cinta dan rasa sayangnya pada ku.

Banyak orang yang bilang kami adalah pasangan yang serasi. Sangat terlihat sekali bagaimana suamiku memanjakanku. Dan aku bahagia menikah dengannya.

***

Lima tahun berlalu sudah kami menjadi suami istri, sangat tak terasa waktu begitu cepat berjalan walaupun kami hanya hidup berdua saja karena sampai saat ini aku belum bisa memberikannya seorang malaikat kecil (bayi) di tengah keharmonisan rumah tangga kami.

Karena dia anak lelaki satu-satunya dalam keluarganya, jadi aku harus berusaha untuk mendapatkan penerus generasi baginya.

Alhamdulillah saat itu suamiku mendukungku…

Ia mengaggap Allah belum mempercayai kami untuk menjaga titipan-NYA.

Tapi keluarganya mulai resah. Dari awal kami menikah, ibu & adiknya tidak menyukaiku. Aku sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari mereka, namun aku selalu berusaha menutupi hal itu dari suamiku…

Didepan suami ku mereka berlaku sangat baik padaku, tapi dibelakang suami ku, aku dihina-hina oleh mereka…

Pernah suatu ketika satu tahun usia pernikahan kami, suamiku mengalami kecelakaan, mobilnya hancur. Alhamdulillah suami ku selamat dari maut yang hampir membuat ku menjadi seorang janda itu.

Ia dirawat dirumah sakit pada saat dia belum sadarkan diri setelah kecelakaan. Aku selalu menemaninya siang & malam sambil kubacakan ayat-ayat suci Al – Qur’an. Aku sibuk bolak-balik dari rumah sakit dan dari tempat aku melakukan aktivitas sosial ku, aku sibuk mengurus suamiku yang sakit karena kecelakaan.

Namun saat ketika aku kembali ke rumah sakit setelah dari rumah kami, aku melihat di dalam kamarnya ada ibu, adik-adiknya dan teman-teman suamiku, dan disaat itu juga.. aku melihat ada seorang wanita yang sangat akrab mengobrol dengan ibu mertuaku. Mereka tertawa menghibur suamiku.

Alhamdulillah suamiku ternyata sudah sadar, aku menangis ketika melihat suami ku sudah sadar, tapi aku tak boleh sedih di hadapannya.

Kubuka pintu yang tertutup rapat itu sambil mengatakan, “Assalammu’alaikum” dan mereka menjawab salam ku. Aku berdiam sejenak di depan pintu dan mereka semua melihatku. Suamiku menatapku penuh manja, mungkin ia kangen padaku karena sudah 5 hari mata nya selalu tertutup.

Tangannya melambai, mengisyaratkan aku untuk memegang tangannya erat. Setelah aku menghampirinya, kucium tangannya sambil berkata “Assalammu’alaikum”, ia pun menjawab salam ku dengan suaranya yg lirih namun penuh dengan cinta. Aku pun senyum melihat wajahnya.

Lalu.. Ibu nya berbicara denganku …

“Fis, kenalkan ini Desi teman Fikri”.

Aku teringat cerita dari suamiku bahwa teman baiknya pernah mencintainya, perempuan itu bernama Desi dan dia sangat akrab dengan keluarga suamiku. Hingga akhirnya aku bertemu dengan orangnya juga. Aku pun langsung berjabat tangan dengannya, tak banyak aku bicara di dalam ruangan tersebut,aku tak mengerti apa yg mereka bicarakan.

Aku sibuk membersihkan & mengobati luka-luka di kepala suamiku, baru sebentar aku membersihkan mukanya, tiba-tiba adik ipar ku yang bernama Dian mengajakku keluar, ia minta ditemani ke kantin. Dan suamiku pun mengijinkannya. Kemudian aku pun menemaninya.

Tapi ketika di luar adik ipar ku berkata, ”

lebih baik kau pulang saja, ada
kami yg menjaga abang disini. Kau istirahat saja. ”

Anehnya, aku tak diperbolehkan berpamitan dengan suamiku dengan alasan abang harus banyak beristirahat dan karena psikologisnya masih labil. Aku berdebat dengannya mempertanyakan mengapa aku tidak diizinkan berpamitan dengan suamiku. Tapi tiba-tiba ibu mertuaku datang menghampiriku dan ia juga mengatakan hal yang sama. Nantinya dia akan memberi alasan pada suamiku mengapa aku pulang tak berpamitan padanya, toh suamiku selalu menurut apa kata ibunya, baik ibunya salah ataupun tidak, suamiku tetap saja membenarkannya. Akhirnya aku pun pergi meninggalkan rumah sakit itu dengan linangan air mata.

Sejak saat itu aku tidak pernah diijinkan menjenguk suamiku sampai ia kembali dari rumah sakit. Dan aku hanya bisa menangis dalam kesendirianku. Menangis mengapa mereka sangat membenciku.

***

Hari itu.. aku menangis tanpa sebab, yang ada di benakku aku takut kehilangannya, aku takut cintanya dibagi dengan yang lain.

Pagi itu, pada saat aku membersihkan pekarangan rumah kami, suamiku memanggil ku ke taman belakang, ia baru aja selesai sarapan, ia mengajakku duduk di ayunan favorit kami sambil melihat ikan-ikan yang bertaburan di kolam air mancur itu.

Aku bertanya, ”Ada apa kamu memanggilku?”

Ia berkata, ”Besok aku akan menjenguk keluargaku di Sabang”

Aku menjawab, ”Ia sayang.. aku tahu, aku sudah mengemasi barang-barang kamu di travel bag dan kamu sudah memeegang tiket bukan?”

“Ya tapi aku tak akan lama disana, cuma 3 minggu aku disana, aku juga sudah lama tidak bertemu dengan keluarga besarku sejak kita menikah dan aku akan pulang dengan mama ku”, jawabnya tegas.

“Mengapa baru sekarang bicara, aku pikir hanya seminggu saja kamu disana?“, tanya ku balik kepadanya penuh dengan rasa penasaran dan sedikit rasa kecewa karena ia baru memberitahukan rencana kepulanggannya itu, padahal aku telah bersusah payah mencarikan tiket pesawat untuknya.

”Mama minta aku yang menemaninya saat pulang nanti”, jawabnya tegas.

”Sekarang aku ingin seharian dengan kamu karena nanti kita 3 minggu tidak bertemu, ya kan?”, lanjut nya lagi sambil memelukku dan mencium keningku. Hatiku sedih dengan keputusannya, tapi tak boleh aku tunjukkan pada nya.

Bahagianya aku dimanja dengan suami yang penuh dengan rasa sayang & cintanya walau terkadang ia bersikap kurang adil terhadapku.

Aku hanya bisa tersenyum saja, padahal aku ingin bersama suamiku, tapi karena keluarganya tidak menyukaiku hanya karena mereka cemburu padaku karena suamiku sangat sayang padaku.

Kemudian aku memutuskan agar ia saja yg pergi dan kami juga harus berhemat dalam pengeluaran anggaran rumah tangga kami.

Karena ini acara sakral bagi keluarganya, jadi seluruh keluarganya harus komplit. Walaupun begitu, aku pun tetap tak akan diperdulikan oleh keluarganya harus datang ataupun tidak. Tidak hadir justru membuat mereka sangat senang dan aku pun tak mau membuat riuh keluarga ini.

Malam sebelum kepergiannya, aku menangis sambil membereskan keperluan yang akan dibawanya ke Sabang, ia menatapku dan menghapus airmata yang jatuh dipipiku, lalu aku peluk erat dirinya. Hati ini bergumam tak merelakan dia pergi seakan terjadi sesuatu, tapi aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku hanya bisa menangis karena akan ditinggal pergi olehnya.

Aku tidak pernah ditinggal pergi selama ini, karena kami selalu bersama-sama kemana pun ia pergi.

Apa mungkin aku sedih karena aku sendirian dan tidak memiliki teman, karena biasanya hanya pembantu sajalah teman mengobrolku.

Hati ini sedih akan di tinggal pergi olehnya.

Sampai keesokan harinya, aku terus menangis.. menangisi kepergiannya. Aku tak tahu mengapa sesedih ini, perasaanku tak enak, tapi aku tak boleh berburuk sangka. Aku harus percaya apada suamiku. Dia pasti akan selalu menelponku.

***

Berjauhan dengan suamiku, aku merasa sangat tidak nyaman, aku merasa sendiri. Untunglah aku mempunyai kesibukan sebagai seorang aktivis, jadinya aku tak terlalu kesepian ditinggal pergi ke Sabang.

Saat kami berhubungan jarak jauh, komunikasi kami memburuk dan aku pun jatuh sakit. Rahimku terasa sakit sekali seperti di lilit oleh tali. Tak tahan aku menahan rasa sakit dirahimku ini, sampai-sampai aku mengalami pendarahan. Aku dilarikan ke rumah sakit oleh adik laki-lakiku yang kebetulan menemaniku disana. Dokter memvonis aku terkena kanker mulut rahim stadium 3.

Aku menangis.. apa yang bisa aku banggakan lagi..

Mertuaku akan semakin menghinaku, suamiku yang malang yang selalu berharap akan punya keturunan dari rahimku.. namun aku tak bisa memberikannya keturunan. Dan kemudian aku hanya bisa memeluk adikku.

Aku kangen pada suamiku, aku selalu menunggu ia pulang dan bertanya-tanya, “kapankah ia segera pulang?” aku tak tahu..

Sementara suamiku disana, aku tidak tahu mengapa ia selalu marah-marah jika menelponku. Bagaimana aku akan menceritakan kondisiku jika ia selalu marah-marah terhadapku..

Lebih baik aku tutupi dulu tetang hal ini dan aku juga tak mau membuatnya khawatir selama ia berada di Sabang.

Lebih baik nanti saja ketika ia sudah pulang dari Sabang, aku akan cerita padanya. Setiap hari aku menanti suamiku pulang, hari demi hari aku hitung…

Sudah 3 minggu suamiku di Sabang, malam itu ketika aku sedang melihat foto-foto kami, ponselku berbunyi menandakan ada sms yang masuk.

Kubuka di inbox ponselku, ternyata dari suamiku yang sms.

Ia menulis, “aku sudah beli tiket untuk pulang, aku pulangnya satu hari lagi, aku akan kabarin lagi”.

Hanya itu saja yang diinfokannya. Aku ingin marah, tapi aku pendam saja ego yang tidak baik ini. Hari yg aku tunggu pun tiba, aku menantinya di rumah.

Sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=6639446

Tak pernah Berlalu

Mungkin aku memang lemah
Mungkin aku tak pernah punyai lelah
Saat ku terdiam menangisi pergimu
Terus ku terpaku oleh harapan semu

Sepertinya… t’lah cukup banyak kutulis
T’lah cukup dalam hati ini kuiris
Agar bisa kucoba lagi cinta dari mula
Dengan ia yang mampu merasakannya

Namun cinta untukmu terus bertahan
Di sekeping sisa hati ini pun cinta untukmu kurasakan
Kerinduan hadirmu tak pernah bisa hilang
Oh Tuhan… bagaimana semua ini harus kuartikan ?

Sumber :  http://www.anggrekbiru.com/

Kembalikan Cintaku Padamu Ya Allah !!

Katakanlah dalam wudhu mu

Ya Allah…
Sucikanlah hatiku daripada sebarang dosa
Dosa-dosa yang bisa melalaikan diriku
Dari terus mengingatimu
Ampunilah dosaku Ya Allah

Ya Allah…
Sucikanlah setiap perkataanku
Dari mengatakan sesuatu yang kau cegah
Dan latihkanlah lidahku
Untuk terus menyebut namamu
Agar diriku terus mengingatimu

Ya Allah…
Masukkanlah aku dalam golongan-golongan
Mereka yang menghidu wangian syurga
Sesungguhnya setiap insan menginginkan syurgaMu

Ya Allah…
Lindungilah aku dari melihat maksiat
Yang bisa meruntuhkan akhlakku
Sebagai seorang muslim sejati
Dan sucikanlah wajahku dari pandagan keji manusia
Agar aku terus dalam keimananMu

Ya Allah…
Peliharalah kedua tanganku dari menyentuh
Najis maksiat
Sesungguhnya Engkau murka terhadap
Insan yang menyentuh maksiat

Ya Allah…
Sucikanlah fikiranku dari segala kekotoran
Yang bisa merosak keimananku
Agar diriku tidak terjerumus dalam lembah kehinaan

Ya Allah…
Lindungilah kedua telinggaku
Dari mendengar perkara-perkara maksiat
Agar hati suciku terjaga dari kemungkaran

Ya Allah…
Kaki adalah berperanan
Mengerakkan tubuh badanku
Maka dengan itu lindungilah kakiku
Dari melangkah kea rah kemaksiatan yang durjana
Agar terpancarnya terus sinar keimanan terhadapku

Ya Allah…
Hanya padaMu kubermohon
Kerna hanya Engkaulah tuhan yang Satu
Pencipta sekalian alam
Maka dengan sesungguhnya
Kabulkanlah doa ummat Mu ini
Amin Yarobbal Alamin…

Love's God

Love is a give...

Yup Thats definetely right..

Cinta adalah rahmat dari-Nya..

Karena dengan cintalah...
Seorang Ibu merelakan jiwanya demi untuk kelahiran buah hatinya...

Karena dengan cintalah...
Seorang ayah, merelakan dirinya berusaha sekuat tenaga demi mencari nafkah untuk anggota keluarganya.

..

Karena dengan cintalah...
Shalahuddin Al Ayyubi tidak dapat tertawa sebelum mesjid Al - Aqsha dapat dibebaskan untuk menebus cintanya kepada Rabbul Izzati...

Karena dengan cintalah...
Para mujahid dan mujahidah rela mengorbankan harta, jiwa dan raganya untuk dapat mendapat cinta dari Yang Maha Mempunyai Cinta...

Allah...

Ya...

Dia-lah Allah sang Ar Rahman...

Dengan cinta-Nya bumi, langit dan planet melaju dalam alur yang harmonis...

Dengan cinta-Nya angin masih menyapa tetumbuhan dan rerumputan..

Dengan cinta-Nya cahya mentari masih menerpa hangat tubuh kita..

Kepada Allah-lah muara cinta yang Hakiki...

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More